Pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui
perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak
dan kewajiban. Dan sumber hukum perikatan adalah Perjanjian dan Undang –
Undang.
3 Hal yang harus diketahui dalam mendefinisikan suatu
perjanjian :
Adanya suatu barang yang akan diberi.
Adanya suatu perbuatan.
Bukan merupakan suatu perbuatan.
Dalam melakukan Perjanjian sah harus disyaratkan pada :
Bebas dalam menentukan suatu perjanjian.
Cakap dalam melakukan suatu perjanjian.
Isi dari perjajian itu sendiri.
Perjanjian dibuat harus sesuai dengan Undang – Undang yang
berlaku.
2. DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut :
a) Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
b) Perikatan yang timbul dari undang-undang
c) Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena
perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela (
zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
a) Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir
karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
b) Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih.
c) Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang
lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang
sebagai akibat perbuatan orang.
3. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
a. Asas Kebebasan Berkontrak
asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH
Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah
bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya
bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan
isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn
pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
b. Asas Konsensualisme
adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas.
4. Wanprestasi dan Akibat dalam Hukum Perikatan
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak
melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori,
yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat
bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti
Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan
yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam
Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian
jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang
dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
5. Terhapusnnya Hukum Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu
perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara
sukarela;
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan
atau penitipan;
c. Pembaharuan utang;
d. Perjumpaan utang atau kompensasi;
e. Percampuran utang;
f. Pembebasan utang;
g. Musnahnya barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
i. Berlakunya suatu syarat batal;
j. Lewat waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar